Rabu, 30 Juli 2008
Reportase Sunyi
Kau dengarkah anak-anak di luar
Berdendang lagu kanak-kanak
Impikan tanah lapang — mengabur
Terpuruk diantara gedung-gedung megah
Kau lihatkah anak-anak bermain bola
Di jalan sempit depan rumah
Kaki kecil beradu pejalan kaki
Atau bola tersesat di atap rumah
Di padang rumput sana
Tuan-tuan mengayunkan stik golf
Di sini anak-anak kehilangan dunianya
Kita, telah lama merampasnya
Jakarta, Oktober 1997
Berdendang lagu kanak-kanak
Impikan tanah lapang — mengabur
Terpuruk diantara gedung-gedung megah
Kau lihatkah anak-anak bermain bola
Di jalan sempit depan rumah
Kaki kecil beradu pejalan kaki
Atau bola tersesat di atap rumah
Di padang rumput sana
Tuan-tuan mengayunkan stik golf
Di sini anak-anak kehilangan dunianya
Kita, telah lama merampasnya
Jakarta, Oktober 1997
Surat Buat Ibunda
Entah mengapa hatiku luruh
Di ujung daun jendela
Masa kanak-kanak membayang
Jauh dari luka juga sepi
Deru angin dan nafasku bertaut, Ibunda
Setiap mengenangmu
Diri seperti di depan hamparan laut
Yang menawarkan kebebasan jua ketakutan
Jakarta, Maret 2000
Di ujung daun jendela
Masa kanak-kanak membayang
Jauh dari luka juga sepi
Deru angin dan nafasku bertaut, Ibunda
Setiap mengenangmu
Diri seperti di depan hamparan laut
Yang menawarkan kebebasan jua ketakutan
Jakarta, Maret 2000
Ananda
Menatapmu kala terlelap
Membawaku ke masa lampau
Kanak-kanak yang jauh dari sunyi
Di mana namaku selalu ada di do’a mereka
Memandangmu ketika terjaga
Itukah gambaran masa kecilku?
Jakarta, Maret 2000
Membawaku ke masa lampau
Kanak-kanak yang jauh dari sunyi
Di mana namaku selalu ada di do’a mereka
Memandangmu ketika terjaga
Itukah gambaran masa kecilku?
Jakarta, Maret 2000
PadaMu
Aku belajar dari rahasia hati
Merenangi hakekat kesunyian
Aku sepenuhnya percaya
Tak pernah mengundang ragu
Yang datang memperdaya diri
Memenjarakan aku dalam kebebasan
Aku selalu takut menyebutmu kekasih
Jangan jauh dariku, biar aku nikmati
Perjalanan ini
Pidie-Aceh, 1998
Merenangi hakekat kesunyian
Aku sepenuhnya percaya
Tak pernah mengundang ragu
Yang datang memperdaya diri
Memenjarakan aku dalam kebebasan
Aku selalu takut menyebutmu kekasih
Jangan jauh dariku, biar aku nikmati
Perjalanan ini
Pidie-Aceh, 1998
Sunyi
Aku tak pernah belajar takut dan ragu
Hadirnya memintalku dalam gelisah
Darahku resah
Lidahku gagu
Inikah keterbatasan
Bergolak bagai garis malam
Hati bertengkar tanpa alasan
Sepi yang indah berganti kelam
Andai saja
Aku mampu memandang kerajaan langit
Kutanggalkan saja
Keraguan yang membukit
Pidie-Aceh, Januari 1998
Hadirnya memintalku dalam gelisah
Darahku resah
Lidahku gagu
Inikah keterbatasan
Bergolak bagai garis malam
Hati bertengkar tanpa alasan
Sepi yang indah berganti kelam
Andai saja
Aku mampu memandang kerajaan langit
Kutanggalkan saja
Keraguan yang membukit
Pidie-Aceh, Januari 1998
Satu
Usah engkau pertanyakan
Tentang segala kebenaran
Hanya bikin hati terbelenggu
Laksana bolak-baliknya air di atas tungku
Usah engkau bentangkan
Semak belukar ilalangHanya bikin dinding
Antara engkau cinta
Engkau telah memahami
Makna pergantian musim demi musim
Nikmatilah segala ketulusanmu
Cinta yang satu
Pidie-Aceh, Januari 1998
Tentang segala kebenaran
Hanya bikin hati terbelenggu
Laksana bolak-baliknya air di atas tungku
Usah engkau bentangkan
Semak belukar ilalangHanya bikin dinding
Antara engkau cinta
Engkau telah memahami
Makna pergantian musim demi musim
Nikmatilah segala ketulusanmu
Cinta yang satu
Pidie-Aceh, Januari 1998
Langganan:
Postingan (Atom)